Sejarah Wiyung (Salah Satu Kecamatan di Kota Surabaya, Jawa Timur)
Paket Aqiqah Wiyung - Kecamatan ini dulunya merupakan sebuah kawasan rawa/tambak dan pertanian. Tetapi saat ini sebagian tanah yang menjadi lahan tersebut telah digunakan untuk pembangunan kawasan perumahan dan komersial. Perumahan yang ada di Kecamatan Wiyung antara lain: Royal Residence, Taman Pondok Indah, Graha Sunan Ampel, Pratama, Pondok Rosan, Babatan Pilang, Babatan Mukti, Babatan Indah dan Graha Sampurna. Sekitar beberapa tahun terakhir umumnya jarang terjadi kebanjiran (jika curah hujan tidak terlalu tinggi). Hal ini disebabkan sudah dibangunnya kali di tengah jalan yang cukup besar guna menampung air hujan dikala musim hujan tiba. Di daerah ini juga terdapat satu pusat perbelanjaan tradidional (pasar rakyat) yang sudah bertahan cukup lama, yakni Pasar Wiyung.

Ada seorang pemuda dari desa tersebut,
dikenal sebagai pemuda yang rajin bekerja. Ia bernama Ki Sukmo Jati (mbah
jati). Pemuda itu jatuh cinta (kasmaran) pada seorang gadis cantik berparas
jelita yang bernama Dewi Sekar Arum (mbah melati). Tapi sangat disesalkan,
kisah cinta mereka tidak sebahagia yang mereka harapkan. Hal itu disebabkan
karena ada orang ketiga yang tidak ingin hubungan mereka bersatu. Banyak orang
memberi sebutan kepada orang ketiga dengan sebutan Lempung (tanah becek yang pekat).

Aqiqah Nurul Hayat Wiyung - Kisah cinta Jati dan dewi tidak bisa berjalan dengan baik. Lambat laun, Dewi jatuh sakit hingga meninggal dunia, tanpa menikah dengan seseorang yang ia cintai. Sedangkan Jati hanya meratapi kepergian kekasihnya itu. Dalam keadaan sakit Jati selalu memikirkan Dewi. Sepeninggal Dewi, Jati menamakan desa itu dengan nama " WIYUNG" yang diambil dari 2 kata yakni Dewi dan Wuyung. Arti kata Wiyung adalah Dewi yang dikasmarani atau Dewi yang dicintai. Setelah memberi nama desa itu, Jatipun ikut meninggal dalam kesedihannya. Itulah singkat cerita asal usul nama Wiyung menurut salah satu sumber.
Menurut penuturan warga, ada sebuah makam
yang panjangnya lebih kurang 5 meter, dulunya diberikan nama bukan Ki Ageng Selo
(Syeikh Abdurrahman) pada nisannya, melainkan “Buyut Jati”. Namun setelah ada
orang yang melalui proses tirakat panjang, antara 15 sampai 20 tahun, diganti
dengan nama “Ki Ageng Selo (Syeikh Abdurrahman) pada tahun 2005. Tapi
masyarakat Wiyung pun masih menyebutnya Mbah Buyut Jati (mungkin sebutan lainnya).

Pada waktu pecahnya pertempuran
Surabaya, para pejuang atau warga yang terdesak oleh serangan tentara sekutu,
menggunakan area makam Mbah Buyut untuk bersembunyi. Walhasil. mereka pun
selamat dari kejaran tentara sekutu. Sekarang makam ini dijaga oleh masyarakat
sekitar, sebagai warisan kedaerahan yang tentunya mempunyai nilai historis
tinggi.
Comments
Post a Comment